Bagaimana mungkin sesuatu dapat mendidingi Allah,
padahal Dia-lah yang mendhahirkan sesuatu
Bagaimana mungkin sesuatu dapat mendidingi Allah,
padahal Dia-lah yang tampak pada segala sesuatu
Bagaimana mungkin Allah dapat didindingi oleh sesuatu,
padahal Dia lebih nyata dari segala sesuatu
Bagaimana mungkin sesuatu dapat mendidingi Allah,
padahal kalau tidak ada Dia, tidak ada sesuatu
Bagaimana mungkin sesuatu dapat mendidingi Allah,
padahal Dia Maha Nyata sebelum segala sesuatu
(Al-Hikam)
Kata-kata diatas dirangkum dari Al-Hikam, diambil kata-kata yang menunjukkan bahwa Allah itu benar-benar nyata, tanpa terselubung oleh apapun kecuali oleh nafsu dan disesatkan oleh akal pikiran kita sendiri. Dalam Asmaul Husna salah satu nama Allah adalah AD-DZAHIR artinya Maha Nyata. Silahkan artinya sendiri menurut keinginan masing-masing kita. Kalau kita mengartikan makna Maha Nyata itu bahwa Allah telah menciptakan alam beserta isinya, dengan adanya alam ini menunjukkan Maha Nyata nya Tuhan maka sampai disitulah pemahaman kita.
Pertanyaan seseorang yang terus menerus tidak mengakui bahwa Allah itu tidak bisa dijangkau oleh apapun, tidak bisa dilihat sama sekali dikarenakan Dia Maha segala-galanya. Disinilah letak kekeliruan besar yang selama ini tidak kita sadari. Kita menempatkan Tuhan itu disebuah menara yang tidak bisa dijangkau oleh apapun, Hampir seluruh agama menempat Tuhan di langit seagai tempat tertinggi karena tidak ada tempat yang lebh tinggi di dunia ini selain dari langit. Kemahakuasaan Dia kita wujudkan dalam bentuk sulit dijumpai, semakin sulit kita jumpai akan semakin nampak bahwa Dia Maha segala-galanya. Kalau kita menempatkan Dia sebagai sesuatu yang Maha segalanya, jangan kita lupa bahwa Dia juga Maha Nyata, lebih nyata dari apapun. Dengan demikian maka kita semua diberi kesempatan untuk melihat Zat Yang Maha Nyata, sebagai bagian dari karunia-Nya.
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, Aku ingin dikenal, maka aku ciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku”.
Tuhan menciptakan makhluk supaya mengenal Dia dengan sebenar-benar kenal, berhubungan dengan mesra, terus menerus berdialog dengan Tuhan agar kita terus terbimbing kejalan-Nya.
(Telah lama aku Mencari, ternyata DIA tak kemana-mana. lama DIA menunggu.. _Dimaz Mahally_)
Dimana Allah?
Pertanyaan itu yang harus kita jawab terlebih dahulu sebelum kita bertanya bagaimana cara melihat Allah. Hampir disemua web/blog beraliran syariat (wahabi) memberikan jawaban bahwa Allah itu ada di Arasy, arasy itu berada dilangit dan harus diingat pula pengertian langit ini bisa terjadi multitafsir lagi, apa langit yang dimaksud itu yang sering kita lihat diatas kita berwarna biru kalau cerah kemudian berupa berwarna kelabu kalau mendung dan menjadi gelap kalau sudah malam. Kaum sufi tidak mengartikan langit itu dalam pengertian zahir seperti yang kita lihat, akan tetapi lebih kepada pengertian ruhani, sebagai kiasan maqam yang harus dilewati, sebagai 7 tempat atau 7 titik yang harus dibersihkan di dalam iktikaf/suluk lewat zikir secara kontinu (Istiqamah). Dalam dalil lain disebutkan bahwa Allah itu ada dimana-mana, lalu bagaimana hubungan Allah yang berada di arasy dengan keberadaannya dimana-mana?. Bagaimana Dia yang lebih dekat dari urat leher?
Untuk menjawab semua pertanyaan itu kita mulai dari dalil yang menyatakan rumah Tuhan adalah Qalbu (hati) orang mukmin sebagaimana Allah berfirman dalam hadist Qudsi:
“Sesungguhnya langit dan bumi tidak akan menampung Aku. Hanya hati orang beriman yang sanggup menerimanya.”
Kalau ingin kita mencari Allah jangan cari di gunung, di laut, di gereja, di mesjid atau ditempat-tempat lain, sudah pasti kita tidak akan menemukan Allah disana. Carilah dalam hati orang mukmin, disanalah Rumah Allah yang sesungguhnya. Kalau dalam hati kita telah bersemayam Allah, telah berdialog dengan Allah dan telah Nyata Allah dalam kehidupan kita maka dimanapun kita berada maka disitu kita akan menemukan Dia karena sesunguhnya Allah itu ada dimana-mana.
Kemudian ada yang bertanya, saya kan punya hati karena semua manusia diciptakan Allah memiliki hati kenapa saya tidak melihat Allah?
Kalau itu persoalannya saya akan tanyakan satu hal.
Dirumah kita kan punya TV, kalau TV tidak dihidupkan apakah bisa kita bisa menonton acara TV??
Menyaksikan pertandingan sepakbola secara langsung, melihat wajah SBY?
Apakah semua bisa kita lakukan kalau TV mati?
Jawabnya TIDAK.
Sama dengan hati kita, kalau kita tidak bisa melihat Allah berarti hati kita mati. Kalau menghidupkan TV memakai energi listrik lalu menghidupkan hati pakai apa? Menghidupkan hati harus menggunakan Nur Allah melalu zikir dengan memakai Thariqat (metode) yang tepat dan dibawah bimbingan seorang yang Ahli (Mursyid).
Pengertian Allah lebih dekat dari urat leher karena tempat bersemayam Allah itu berada didalam hati orang mukmin, sangat dalam dan sangat dekat. Lewat hatilah kita bisa berhubungan terus menerus dengan Dia yang berada di Arasy. Logikanya, suatu saat jika presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai pemimpin tunggal Indonesia dan tidak satupun yang menyerupai pangkatnya di Negara kita ini berpidato di TV, maka akan ada jutaan SBY disaksikan oleh masyarakat Indonesia lewat TV bahkan bisa milyaran ditonton oleh masyarakat seluruh dunia, apakah SBY itu jutaan jumlah nya? Tentu tidak, Beliau itu satu tetapi berada dimana-mana, berada di dalam TV yang dihidupkan.
Dan pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita bisa melihat Allah?
Dalam sebuah hadist Nabi bersabda,
“Matilah dirimu sebelum kamu mati”.
Dan seorang sufi bernama Abu Mu’jam mengatakan:
“Barangsiapa yang tidak merasa mati, niscaya dia tidak dapat melihat/bermusyahadah kepada Al-Haq”
Kunci seseorang bisa berjumpa dan melihat Allah adalah setelah merasakan mati. Tentu mati yang dimaksud disini bukan nafas berhenti kalau hal ini terjadi maka para nabi dan para wali tidak akan pernah berjumpa dengan Tuhan di dunia. Mati yang dimaksud disini adalah kematian rasa kemanusian kita setelah tenggelam dalam zikir, setelah mengalami 4 tahap mati yaitu : Mati Tabi’I (Zikir Qalbi), Mati Ma’nawi (Zikir Lathifatul Ruh), Mati Suri (Zikir Lathifatus Sirri) dan Mati Hissi (Zikir Lathifatul Kullu Jasad).
Semua pengalaman mati itu hanya bisa didapat lewat Thariqatullah (jalan kepada Allah) sudah ada sejak zaman nabi yang dikenal dengan Thariqatussiriah (Jalan Rahasia). Kenapa disebut Jalan Rahasia? Karena lewat jalan itulah kita bisa menuju kepada pemilik segala Rahasia, dengan jalan itulah kita bisa menemukan sesuatu yang Maha Nyata. Kalau anda belum menemukan jalan itu, segeralah mencari karena Allah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada kita untuk bisa berjumpa dengan-Nya. Tuhan tidak pernah menghalangi seluruh manusia untuk berjumpa dengan-Nya. Namun terkadang manusia merasa terlalu pandai dengan akalnya, terlalu bangga dengan logika sendiri yang pada akhirnya akan menyesatkan diri sendiri tanpa disadari. Imam Al-Ghazali memisalkan orang yang mencari Tuhan lewat logika dan filsafat itu ibarat seorang yang mempunyai kaki dari kayu, rapuh dan mudah patah.
Cermati & Renungkanlah..
Apa Yang Salah Dengan Tharekat??
Terutama untuk kaum yang sangat anti dengan Tharekat. Setelah kita membuang tharekat, kita bid’ahkan bahkan kita sesatkan, padahal ini merupakan metode yang digunakan oleh para Wali dan para Nabi dari sejak dahulu kala dan sudah terbukti kebenarannya. Kemudian setelah kita tuduh tarekat sebagai pembuat bid’ah dan dengan serta merta mencampakkan sebagai suatu aliran yang “sakit” maka yang terjadi kemudian adalah kita semua akan dibuat bingung dengan keberadaan Allah dan sudah pasti dengan segala argumen kaum yang tidak memakai Metode (thariqat) yang benar tidak akan bisa menjawab dimana keberadaan Allah, semua sepakat dengan suara bulat mengatakan bahwa Allah itu tidak bisa dijumpai, ya jelas saja karena mereka sudah membuang metodenya.
Kalau sampai saat ini masih ada yang memahami Allah itu Maha Gaib maka sekali lagi kita menganjurkan carilah ilmu yang bisa membawa mereka menuju kepada Maha Nyata, bersungguh-sungguhlah dijalan itu dan pasti akan mencapai kemenangan (Al-Maidah-35). Saya tutup tulisan ini dengan mengutip sebuah iklan: Hari gini Allah masih gaib, apa kata dunia!
Di Busrah tak bertemu,
di India tak BerJumpa,
di Arab tak Bersua,
di Mesir tak tertuju.
Aku selami lubuk hati dalam diri,
…ternyata lama DIA menunggu.
Terbukalah kesadaranku, bahwa DIA tak kemana_mana..
(Sufihati, Dimaz Mahally).
Jauh dicari_cari ternyata ada dlm diri.
Berkendara mahsyuk hingga sampai pada hati.
Tak bawa alat pembersih, awak bawa alat penyuci.
Aduhai,, awak tengok Dia Senyum berseri.
Sabab tersingkap selimut diri.
…Dia yang telah lama awak cari.
(Sufihati, Dimaz Mahally).
Salam Takzim Penuh ketasliman to Ayahanda Guru..
Buya Syekh M.Rasyidsah Fandi,
Syekh Muda M.Syarief Hidayatullah.
Karena engkau ada, maka segalanya ada karnaNYA.