Selamat Datang di Blog Hakikat Keislaman Sejati..Semoga Anda senang membaca artikel yang kami hatur kan terima kasih

Kamis, 12 Mei 2011

ALLAH NYATA BAGI YANG MENGENALINYA


Bagaimana mungkin sesuatu dapat mendidingi Allah,
padahal Dia-lah yang mendhahirkan sesuatu
Bagaimana mungkin sesuatu dapat mendidingi Allah,
padahal Dia-lah yang tampak pada segala sesuatu
Bagaimana mungkin Allah dapat didindingi oleh sesuatu,
padahal Dia lebih nyata dari segala sesuatu
Bagaimana mungkin sesuatu dapat mendidingi Allah,
padahal kalau tidak ada Dia, tidak ada sesuatu
Bagaimana mungkin sesuatu dapat mendidingi Allah,
padahal Dia Maha Nyata sebelum segala sesuatu
(Al-Hikam)
Kata-kata diatas dirangkum dari Al-Hikam, diambil kata-kata yang menunjukkan bahwa Allah itu benar-benar nyata, tanpa terselubung oleh apapun kecuali oleh nafsu dan disesatkan oleh akal pikiran kita sendiri. Dalam Asmaul Husna salah satu nama Allah adalah AD-DZAHIR artinya Maha Nyata. Silahkan artinya sendiri menurut keinginan masing-masing kita. Kalau kita mengartikan makna Maha Nyata itu bahwa Allah telah menciptakan alam beserta isinya, dengan adanya alam ini menunjukkan Maha Nyata nya Tuhan maka sampai disitulah pemahaman kita.
Pertanyaan seseorang yang terus menerus tidak mengakui bahwa Allah itu tidak bisa dijangkau oleh apapun, tidak bisa dilihat sama sekali dikarenakan Dia Maha segala-galanya. Disinilah letak kekeliruan besar yang selama ini tidak kita sadari. Kita menempatkan Tuhan itu disebuah menara yang tidak bisa dijangkau oleh apapun, Hampir seluruh agama menempat Tuhan di langit seagai tempat tertinggi karena tidak ada tempat yang lebh tinggi di dunia ini selain dari langit. Kemahakuasaan Dia kita wujudkan dalam bentuk sulit dijumpai, semakin sulit kita jumpai akan semakin nampak bahwa Dia Maha segala-galanya. Kalau kita menempatkan Dia sebagai sesuatu yang Maha segalanya, jangan kita lupa bahwa Dia juga Maha Nyata, lebih nyata dari apapun. Dengan demikian maka kita semua diberi kesempatan untuk melihat Zat Yang Maha Nyata, sebagai bagian dari karunia-Nya.
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, Aku ingin dikenal, maka aku ciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku”.
Tuhan menciptakan makhluk supaya mengenal Dia dengan sebenar-benar kenal, berhubungan dengan mesra, terus menerus berdialog dengan Tuhan agar kita terus terbimbing kejalan-Nya.
(Telah lama aku Mencari, ternyata DIA tak kemana-mana. lama DIA menunggu.. _Dimaz Mahally_)
Dimana Allah?
Pertanyaan itu yang harus kita jawab terlebih dahulu sebelum kita bertanya bagaimana cara melihat Allah. Hampir disemua web/blog beraliran syariat (wahabi) memberikan jawaban bahwa Allah itu ada di Arasy, arasy itu berada dilangit dan harus diingat pula pengertian langit ini bisa terjadi multitafsir lagi, apa langit yang dimaksud itu yang sering kita lihat diatas kita berwarna biru kalau cerah kemudian berupa berwarna kelabu kalau mendung dan menjadi gelap kalau sudah malam. Kaum sufi tidak mengartikan langit itu dalam pengertian zahir seperti yang kita lihat, akan tetapi lebih kepada pengertian ruhani, sebagai kiasan maqam yang harus dilewati, sebagai 7 tempat atau 7 titik yang harus dibersihkan di dalam iktikaf/suluk lewat zikir secara kontinu (Istiqamah). Dalam dalil lain disebutkan bahwa Allah itu ada dimana-mana, lalu bagaimana hubungan Allah yang berada di arasy dengan keberadaannya dimana-mana?. Bagaimana Dia yang lebih dekat dari urat leher?
Untuk menjawab semua pertanyaan itu kita mulai dari dalil yang menyatakan rumah Tuhan adalah Qalbu (hati) orang mukmin sebagaimana Allah berfirman dalam hadist Qudsi:
“Sesungguhnya langit dan bumi tidak akan menampung Aku. Hanya hati orang beriman yang sanggup menerimanya.”
Kalau ingin kita mencari Allah jangan cari di gunung, di laut, di gereja, di mesjid atau ditempat-tempat lain, sudah pasti kita tidak akan menemukan Allah disana. Carilah dalam hati orang mukmin, disanalah Rumah Allah yang sesungguhnya. Kalau dalam hati kita telah bersemayam Allah, telah berdialog dengan Allah dan telah Nyata Allah dalam kehidupan kita maka dimanapun kita berada maka disitu kita akan menemukan Dia karena sesunguhnya Allah itu ada dimana-mana.
Kemudian ada yang bertanya, saya kan punya hati karena semua manusia diciptakan Allah memiliki hati kenapa saya tidak melihat Allah?
Kalau itu persoalannya saya akan tanyakan satu hal.
Dirumah kita kan punya TV, kalau TV tidak dihidupkan apakah bisa kita bisa menonton acara TV??
Menyaksikan pertandingan sepakbola secara langsung, melihat wajah SBY?
Apakah semua bisa kita lakukan kalau TV mati?
Jawabnya TIDAK.
Sama dengan hati kita, kalau kita tidak bisa melihat Allah berarti hati kita mati. Kalau menghidupkan TV memakai energi listrik lalu menghidupkan hati pakai apa? Menghidupkan hati harus menggunakan Nur Allah melalu zikir dengan memakai Thariqat (metode) yang tepat dan dibawah bimbingan seorang yang Ahli (Mursyid).
Pengertian Allah lebih dekat dari urat leher karena tempat bersemayam Allah itu berada didalam hati orang mukmin, sangat dalam dan sangat dekat. Lewat hatilah kita bisa berhubungan terus menerus dengan Dia yang berada di Arasy. Logikanya, suatu saat jika presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai pemimpin tunggal Indonesia dan tidak satupun yang menyerupai pangkatnya di Negara kita ini berpidato di TV, maka akan ada jutaan SBY disaksikan oleh masyarakat Indonesia lewat TV bahkan bisa milyaran ditonton oleh masyarakat seluruh dunia, apakah SBY itu jutaan jumlah nya? Tentu tidak, Beliau itu satu tetapi berada dimana-mana, berada di dalam TV yang dihidupkan.
Dan pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita bisa melihat Allah?
Dalam sebuah hadist Nabi bersabda,
“Matilah dirimu sebelum kamu mati”.
Dan seorang sufi bernama Abu Mu’jam mengatakan:
“Barangsiapa yang tidak merasa mati, niscaya dia tidak dapat melihat/bermusyahadah kepada Al-Haq”
Kunci seseorang bisa berjumpa dan melihat Allah adalah setelah merasakan mati. Tentu mati yang dimaksud disini bukan nafas berhenti kalau hal ini terjadi maka para nabi dan para wali tidak akan pernah berjumpa dengan Tuhan di dunia. Mati yang dimaksud disini adalah kematian rasa kemanusian kita setelah tenggelam dalam zikir, setelah mengalami 4 tahap mati yaitu : Mati Tabi’I (Zikir Qalbi), Mati Ma’nawi (Zikir Lathifatul Ruh), Mati Suri (Zikir Lathifatus Sirri) dan Mati Hissi (Zikir Lathifatul Kullu Jasad).
Semua pengalaman mati itu hanya bisa didapat lewat Thariqatullah (jalan kepada Allah) sudah ada sejak zaman nabi yang dikenal dengan Thariqatussiriah (Jalan Rahasia). Kenapa disebut Jalan Rahasia? Karena lewat jalan itulah kita bisa menuju kepada pemilik segala Rahasia, dengan jalan itulah kita bisa menemukan sesuatu yang Maha Nyata. Kalau anda belum menemukan jalan itu, segeralah mencari karena Allah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada kita untuk bisa berjumpa dengan-Nya. Tuhan tidak pernah menghalangi seluruh manusia untuk berjumpa dengan-Nya. Namun terkadang manusia merasa terlalu pandai dengan akalnya, terlalu bangga dengan logika sendiri yang pada akhirnya akan menyesatkan diri sendiri tanpa disadari. Imam Al-Ghazali memisalkan orang yang mencari Tuhan lewat logika dan filsafat itu ibarat seorang yang mempunyai kaki dari kayu, rapuh dan mudah patah.
Cermati & Renungkanlah..
Apa Yang Salah Dengan Tharekat??
Terutama untuk kaum yang sangat anti dengan Tharekat. Setelah kita membuang tharekat, kita bid’ahkan bahkan kita sesatkan, padahal ini merupakan metode yang digunakan oleh para Wali dan para Nabi dari sejak dahulu kala dan sudah terbukti kebenarannya. Kemudian setelah kita tuduh tarekat sebagai pembuat bid’ah dan dengan serta merta mencampakkan sebagai suatu aliran yang “sakit” maka yang terjadi kemudian adalah kita semua akan dibuat bingung dengan keberadaan Allah dan sudah pasti dengan segala argumen kaum yang tidak memakai Metode (thariqat) yang benar tidak akan bisa menjawab dimana keberadaan Allah, semua sepakat dengan suara bulat mengatakan bahwa Allah itu tidak bisa dijumpai, ya jelas saja karena mereka sudah membuang metodenya.
Kalau sampai saat ini masih ada yang memahami Allah itu Maha Gaib maka sekali lagi kita menganjurkan carilah ilmu yang bisa membawa mereka menuju kepada Maha Nyata, bersungguh-sungguhlah dijalan itu dan pasti akan mencapai kemenangan (Al-Maidah-35). Saya tutup tulisan ini dengan mengutip sebuah iklan: Hari gini Allah masih gaib, apa kata dunia!
Di Busrah tak bertemu,
di India tak BerJumpa,
di Arab tak Bersua,
di Mesir tak tertuju.
Aku selami lubuk hati dalam diri,
…ternyata lama DIA menunggu.
Terbukalah kesadaranku, bahwa DIA tak kemana_mana..
(Sufihati, Dimaz Mahally).
Jauh dicari_cari ternyata ada dlm diri.
Berkendara mahsyuk hingga sampai pada hati.
Tak bawa alat pembersih, awak bawa alat penyuci.
Aduhai,, awak tengok Dia Senyum berseri.
Sabab tersingkap selimut diri.
…Dia yang telah lama awak cari.
(Sufihati, Dimaz Mahally).
Salam Takzim Penuh ketasliman to Ayahanda Guru..
Buya Syekh M.Rasyidsah Fandi,
Syekh Muda M.Syarief Hidayatullah.
Karena engkau ada, maka segalanya ada karnaNYA.

PERJALANAN HIDUP ABU BAKAR AS-SIDIQ

Nama dan Nasab Beliau Radhiallahu ‘Anhu
Nama Abu Bakar ash-Shiddiq yang sesungguhnya adalah Abdullah bin Abu Quhafah – Usman – bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al-Quraisy at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai, kakek yang keenam.
Dan ibunya adalah Ummu al-Khair binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Ayahnya diberi kuniyah (sebutan panggilan) Abu Quhafah.
Dan pada masa jahiliyyah Abu Bakar ash-Shiddiq dijuluki Atiq, karena wajahnya yang cakep dan gagah (sebagaimana hal itu dikatakan oleh Ibnu Ma’in, al-Laits bin Sa’ad dan juga oleh putrinya Aisyah radhiallahu ‘anhum). Imam Thabari menyebutkan dari jalur Ibnu Luhai’ah bahwa anak-anak dari Abu Quhafah tiga orang, pertama Atiq (Abu Bakar), kedua Mu’taq dan ketiga Utaiq.
Mus’ab bin az-Zubair berkata, ‘Segenap ummah telah ijma’ tentang gelar yang diberikan kepada beliau radhiallahu ‘anhu dengan ‘Ash-Shiddiq’ adalah karena beliau selalu membenarkan apa yang diberitakan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam’.
Kelahiran dan Pertumbuhan Beliau
Beliau dilahirkan dua tahun beberapa bulan setelah lahirnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau tumbuh di kota Makkah, dan beliau tidak meninggalkan kota tempat tinggalnya kecuali untuk tujuan berdagang. Beliau adalah penghulu suku Quraisy, dan ahlu syura diantara mereka pada zaman jahiliyah.
Dan beliau juga terkenal sebagai orang yang meninggalkan khomr pada masa jahiliyah, ketika beliau ditanya :’Apaka engkau pernah meminum khomr dimasa jahiliyah ? beliau menjawab : A’udzubillah (aku berlindung kepada Allah), kemudian beliau ditanya lagi, ‘Kenapa?’ , beliau menjawab : aku menjaga dan memelihara muru’ahku (kehormatanku), apabila aku minum khomr maka hal itu akan menghilangkan kehormatan dan muru’ahku. (lihat : Tarikh al-Khulafa’, hal: 32)
Karakter Fisik dan Akhlak Beliau
Abu Bakar adalah orang yang bertubuh kurus, berkulit putih. ‘Aisyah menerangkan karakter bapaknya, “Beliau berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggangnya (sehingga kainnya selalu turun dari pinggangnya), wajahnya selalu berkeringat, hitam warna matanya, berkening lebar, tidak bisa bersaja’ dan selalu mewarnai jenggotnya dengan innai maupun katam.”
Begitulah karakteristik fisik beliau. Adapun akhlaknya, beliau terkenal dengan kebaikan, keberanian, kokoh pendirian, selalu memiliki ide-ide yang cemerlang dalam keadaan genting, banyak toleransi, penyabar, memiliki azimah (keinginan keras), faqih, paling mengerti dengan garis keturunan Arab dan berita-berita mereka, sangat bertawakal kepada Allah dan yakin dengan segala janji-Nya, bersifat wara’ dan jauh dari segala syubhat, zuhud terhadap dunia, selalu mengharapkan apa-apa yang lebih baik di sisi Allah, serta lembut dan ramah, semoga allah meridhainya. Akan diterangkan setelah ini hal-hal yang membuktikan sifat-sifat dan akhlaknya yang mulia ini.
Kisah Keislaman Beliau
Abu Bakar adalah lelaki yang pertama kali memeluk Islam, walaupun Khadijah lebih dahulu masuk Islam daripada beliau, adapun dari golongan anak-anak, Ali yang pertama kali masuk Islam, sementara Zaid bin Haritsah adalah yang pertama kali memeluk Islam dari golongan budak.
Ternyata keislaman Abu Bakar paling banyak membawa manfaat besar terhadap Islam dan kaum muslimin dibandingakn dengan keislaman selainnya, karena kedudukannya yang tinggi dan semangat serta kesungguhannya dalam berdakwah. Dengan keislamannya maka masuk mengikutinya tokoh-tokoh besar yang masyhur seperti Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu anhum.
Di awal keislamannya beliau menginfakkan di jalan Allah apa yang dimilikinya sebanyak 40.000 dirham, beliau banyak memerdekakan budak-budak yang disiksa karena keislamannya di jalan Allah, seperti Bilal radhiyallahu anhu. Beliau selalu mengiringi Rosulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam selama di Makkah, bahkan dia lah yang mengiringi beliau ketika bersembunyi di dalam gua dalam perjalanan hijrah hingga sampai ke kota Madinah. Di samping itu beliau juga mengikuti seluruh peperangan yang diikuti Rosulullahu shalallahu ‘alaihi wa sallam baik perang Badar, Uhud, Khandaq, Penaklukan kota Makkah, Hunain maupun peperangan di Tabuk.
Istri-Istri dan Anak-Anak Beliau
Abu Bakar pernah menikahi Qutailah binti Abd al-Uzza bin Abd bin As’ad pada masa jahiliyyah dan dari pernikahan tersebut lahirlah Abdullah dan Asma’.
Beliau juga menikah dengan Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Zuhal bin Dahman dari Kinanah, dari pernikahan tersebut lahirlah Abdurrahman dan ‘Aisyah.
Beliau juga menikah dengan Asma’ binti Umais bin ma’add bin Taim al-Khatts’amiyyah, dan sebelumnya Asma’ diperistri oleh Ja’far bin Abi Thalib. Dari hasil pernikahannya ini lahirlah bin Abu Bakar, dan kelahiran tersebut terjadi pada waktu haji Wada’ di Dzul Hulaifah.
Beliau juga menikah dengan Habibah binti Kharijah bin Zaid bin Zuhair dari Bani al-Haris bin al-Khazraj.
Abu Bakar pernah singgah di rumah Kharijah ketika beliau datang ke Madinah dan kemudian mempersunting putrinya, dan beliau masih terus berdiam dengannya di suatu tempat yang disebut dengan as-Sunuh hingga Rasullullah shalallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan beliau kemudian diangkat menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah shalallahu ‘alihi wa sallam. Dari pernikahan tersebut lahirlah Ummu Khultsum setelah wafatnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Beberapa Keutamaan Beliau
Keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu sangat banyak sekali dan telah dimuat dalam kitab-kitab sunnah, kitab tarajim (biografi para tokoh), maupun kitab-kitab tarikh, namun disni akan dinukilkan sebagian apa yang telah di ringkas oleh Doktor Muhammad as-Sayyid al-Wakil dalam kitabnya “Jaulah Tarikhiyah fi ‘asri al-khulafa’ ar-Rasyidin”, dan beberapa kitab lainnya, diantaranya adalah :
*Para Ulama Ahlus Sunnah telah ijma’ bahwa manusia termulia setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Khaththab, kemudian utsman bin Affan, kemudian ‘Ali bin Abi Thalib, kemudian sepuluh orang sahabat yang di khabarkan masuk surga, kemudian seluruh sahabat yang mengikuti perang Badar (ahlu badar), kemudian para sahabat yang mengikuti perang Uhud, kemudian para sahabat yang mengikuti Ba’iat Ridwan (ahlu bai’at), kemudian sahabat-sahabat lainnya yang tidak termasuk sebelumnya.
* Imam al-Bukhari meriwayatka dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata, ‘Kami memilih orang-orang di masa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kami memilih Abu Bakar kemudian Umar, kemudian Utsman’. Dan Imam Ath-Thabari menambahkan di kitabnya ‘Al-Kabir’ maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui hal itu dan berkata : “Tidaklah seorang nabi pun kecuali ia memiliki dua wazir (pendamping) dari penduduk langit dan dua wazir dari penduduk bumi, adapun pendampingku dari penduduk langit adalah malaikat Jibril dan Mika’il, sedangkan pendampingku dari penduduk bumi adalah Abu Bakar dan Umar”.
* Dan Abu Ya’la menluarkan dari ‘Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ Jibril baru saja datang kepadaku, maka aku berkata : wahai Jibril khabarkan kepada saya tentang keutamaan Umar bin Khaththab, ia (Jibril) menjawab, ‘kalaulah aku berbicara tentang keutamaan Umar selama – lamanya Nabi Nuh tinggal bersama kaumnya – niscaya aku belum selesai dari membicarakan keutamaan Umar, dan sesungguhnya keutamaan-keutamaan yang dimiliki Umar hanyalah satu hasanah (kebaikan) dari kebaikan-kebaikan yang dimiliki Abu Bakar”.
* Beliau Adalah Sahabat Yang Menemani Rasulullahu ‘alaihi wa sallam di Gua ketika Hijrah. Allah berfirman dalam surat at-Taubah ayat 40 yang artinya, “Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada di dalam gua , diwaktu dia berkata kepada temannya, janganlah berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita.”(at-Taubah: 40). ‘Aisyah, Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini mengatakan , “Abu Bakarlah yang mengiringi Nabi dalam gua tersebut.”
* Diriwayatkan dari al-Barra’ bin Azib, ia berkata, “Suatu ketika Abu Bakar pernah membeli seekor tunggangan dari Azib dengan harga 10 dirham, maka Abu Bakar berkata kepada ‘Azib, Suruhlah anakmu si Barra agar mangantarkan hewan tersebut.” Maka ‘Azib berkata, “Tidak, hingga engkau menceritakan perjalananmu bersama Rosulullah ketka keluar dari Makkah sementara orang-orang musyrikin sibuk mencari-cari kalian.”
* Abu Bakar berkata, “Kami berangkat dari Makkah, berjalan sepanjang siang dan malam hingga datang waktu dhuhur, maka aku mencari-cari tempat bernaung agar kami dapat istirahat di bawahnya, ternyata aku melihat ada batu besar, maka segera kudatangi dan terlihat di situ ada naungannya, maka kubentangkan tikar untuk Nabi shalallahu ‘alihi wa sallam, kemudian aku katakan kepadanya,”Istirahatlah wahai Nabi Allah.” Maka beliaupun beristirahat, sementara aku memantau daerah sekitarku, apakah ada orang-orang yang mencari kami datang mengintai. Tiba-tiba aku melihat ada seorang penggembala kambing sedang mengiring kambingnya kebawah teduhan di bawah batu tersebut ingin berteduh seperti kami, maka aku bertanya padanya, ”Siapa tuanmu wahai budak?” Dia menjawab, “Budak milik si Fulan, seseorang dari suku Quraisy.” Dia menyebut nama tuannya dan aku mengenalnya kemudian kutanyakan, “Apakah kambingmu memiliki susu?” Dia menjawab , “Ya” lantas kukatakan, “Maukah engkau memeras untuk kami?” Dia menjawab, “Ya” Maka dia mengambil salah satu dari kambing-kambing tersebut, setelah itu kuperintahkan dia agar membersihkan susu kambing tersebut terlebih dahulu dari kotoran dan debu, maka dia menepuk kedua telapak tangannya dan dia mulai memeras susu, sementara aku telah mempersiapkan wadah yang di mulutnya dibalut kain menampung susu tersebut, maka segera kutuangkan susu yang telah diperas itu ke tempat tersebut dan kutunggu hingga bawahnya dingin, lalu kubawakan kehadapan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan ternyata beliau sudah bangun, segera kukatakan padanya, “Minumlah wahai Rasulullah.” Maka beliau mulai minum hingga kulihat beliau telah kenyang, setelah itu kukatakan padanya, “Bukankah kita akan segera kembali ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya!” akhirnya kami melanjutkan perjalanan sementara orang-orang musyrik terus menerus mencari kami, tidak satupun yang dapat menyusul kami kecuali Suraqah bin Malik bin Ju’syam yang mengendarai kudanya, maka kukatakan pada Rasulullah, “Orang ini telah berhasil mengejar kita wahai Rasulullah,” namun beliau menjawab, “Jangan khawatir, sesungguhnya Allah bersama kita.”
Diriwayatkan dari Anas dari Abu Bakar radhiyallahu anhu beliau berkata, “Kukatakan kepada nabi shalallahu ‘alihi wa sallam ketika kami berada dalam gua, ‘Andai saja mereka (orang-orang musyrikin) melihat ke bawah kaki mereka pastilah kita akan terlihat.’ Rasul menjawab, “Bagaimana pendapatmu wahai Abu Bakar dengan dua orang manusia sementara Allah menjadi yang ketiga.”
Masa Kekhalifahan Beliau
Dalam riwayat al-Bukhari diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu` anha, bahwa ketika Rasulullah wafat, Abu Bakar datang dengan menunggang kuda dari rumah beliau yang berada di daerah Sunh. Beliau turun dari hewan tunggangannya itu kemudian masuk ke masjid. Beliau tidak mengajak seorang pun untuk berbicara sampai akhirnya masuk ke dalam rumah Aisyah. Abu Bakar menyingkap wajah Rasulullah yang ditutupi dengan kain kemudian mengecup keningnya. Abu Bakar pun menangis kemudian berkata : “demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan pada dirimu, berarti engkau memang sudah meninggal.”Kemudian Abu Bakar keluar dan Umar sedang berbicara dihadapan orang-orang. Maka Abu Bakar berkata : “duduklah wahai Umar!” Namun Umar enggan untuk duduk. Maka orang-orang menghampiri Abu Bakar dan meninggalkan Umar. Abu Bakar berkata : “Amma bad`du, barang siapa diantara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Kalau kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Allah telah berfirman :
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad) Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran : 144)
Ibnu Abbas radhiyallahu` anhuma berkata : “demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang menerima ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya melainkan melantunkannya.”
Sa`id bin Musayyab rahimahullah berkata : bahwa Umar ketika itu berkata : “Demi Allah, sepertinya aku baru mendengar ayat itu ketika dibaca oleh Abu Bakar, sampai-sampai aku tak kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga aku tertunduk ke tanah ketika aku mendengar Abu Bakar membacanya. Kini aku sudah tahu bahwa nabi memang sudah meninggal.”
Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Umar berkata : “maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap mengucurkan air mata. Lalu orang-orang Anshor berkumpul di sekitar Sa`ad bin Ubadah yang berada di Saqifah Bani Sa`idah” mereka berkata : “Dari kalangan kami (Anshor) ada pemimpin, demikian pula dari kalangan kalian!” maka Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah bin al-Jarroh mendekati mereka. Umar mulai bicara, namun segera dihentikan Abu Bakar. Dalam hal ini Umar berkata : “Demi Allah, yang kuinginkan sebenarnya hanyalah mengungkapkan hal yang menurutku sangat bagus. Aku khawatir Abu Bakar tidak menyampaikannya” Kemudian Abu Bakar bicara, ternyata dia orang yang terfasih dalam ucapannya, beliau berkata : “Kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri.” Habbab bin al-Mundzir menanggapi : “Tidak, demi Allah kami tidak akan melakukannya, dari kami ada pemimpin dan dari kalian juga ada pemimpin.” Abu Bakar menjawab : “Tidak, kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri. Mereka (kaum Muhajirin) adalah suku Arab yang paling adil, yang paling mulia dan paling baik nasabnya. Maka baiatlah Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarroh.”Maka Umar menyela : “Bahkan kami akan membai`atmu. Engkau adalah sayyid kami, orang yang terbaik diantara kami dan paling dicintai Rasulullah.” Umar lalu memegang tangan Abu Bakar dan membai`atnya yang kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada seorang yang berkata : “kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa`ad (bin Ubadah).” Maka Umar berkata : “Allah yang telah membunuhnya.” (Riwayat Bukhari)
Menurut `ulama ahli sejarah, Abu Bakar menerima jasa memerah susu kambing untuk penduduk desa. Ketika beliau telah dibai`at menjadi khalifah, ada seorang wanita desa berkata : “sekarang Abu Bakar tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.” Perkataan itu didengar oleh Abu Bakar sehingga dia berkata : “tidak, bahkan aku akan tetap menerima jasa memerah susu kambing kalian. Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan yang telah aku sandang sekarang ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.” Terbukti, Abu Bakar tetap memerahkan susu kambing-kambing mereka.
Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, beliau memerintahkan Umar untuk mengurusi urusan haji kaum muslimin. Barulah pada tahun berikutnya Abu Bakar menunaikan haji. Sedangkan untuk ibadah umroh, beliau lakukan pada bulan Rajab tahun 12 H. beliau memasuki kota Makkah sekitar waktu dhuha dan langsung menuju rumahnya. Beliau ditemani oleh beberapa orang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengannya. Lalu dikatakan kepada Abu Quhafah (Ayahnya Abu Bakar) : “ini putramu (telah datang)!”
Maka Abu Quhafah berdiri dari tempatnya. Abu Bakar bergegas menyuruh untanya untuk bersimpuh. Beliau turun dari untanya ketika unta itu belum sempat bersimpuh dengan sempurna sambil berkata : “wahai ayahku, janganlah anda berdiri!” Lalu Abu Bakar memeluk Abu Quhafah dan mengecup keningnya. Tentu saja Abu Quhafah menangis sebagai luapan rasa bahagia dengan kedatangan putranya tersebut.
Setelah itu datanglah beberapa tokoh kota Makkah seperti Attab bin Usaid, Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan al-Harits bin Hisyam. Mereka semua mengucapkan salam kepada Abu Bakar : “Assalamu`alaika wahai khalifah Rasulullah!” mereka semua menjabat tangan Abu Bakar. Lalu Abu Quhafah berkata : “wahai Atiq (julukan Abu Bakar), mereka itu adalah orang-orang (yang baik). Oleh karena itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan mereka!” Abu Bakar berkata : “Wahai ayahku, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang sangat berat, tentu saja aku tidak akan memiliki kekuatan untuk menanggungnya kecuali hanya dengan pertolongan Allah.” Lalu Abu Bakar berkata : “Apakah ada orang yang akan mengadukan sebuah perbuatan dzalim?” Ternyata tidak ada seorangpun yang datang kepada Abu Bakar untuk melapor sebuah kedzaliman. Semua orang malah menyanjung pemimpin mereka tersebut.
Wafat Beliau
Menurut para `ulama ahli sejarah Abu Bakar meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Usia beliau ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah) . Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Sumber :
Lihat : Tarikh al-Khulafa’, Jaulah Tarikhiyah fi ‘Asri al-Khulafa’ ar-Rasyidin karya DR. Muhammad as-Sayyid al-Wakil, Al-Bidayah wan Nihayah, Masa Khulafa’ur Rasyidin Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir. – Shifatush-Shofwah karya Ibnul Jauzi. Dan lainnya

Sejarah Singkat Syeik Bahaudin


Syeikh Baha-ud-Din Naqshband Bukhari (1318 – 1389) adalah pendiri tariqat Naqsyabandi, yang merupakan salah satu tariqat yang cukup besar dan berpengaruh dalam gerakan Tasawuf.




Riwayat Hidup
Tidak banyak informasi yang boleh di rungkai dari kehidupannya. Perkara ini tidaklah menghairankan, kerana semasa hidupnya, beliau melarang para pengikutnya untuk mencatat segala perilaku mahupun ucapan-ucapannya. Banyak tulisan di rangkai setelah ia wafat. Syeikh Baha-ud-Din dilahirkan pada tahun 1318 di desa Qasr-i-Hinduvan (yang kemudian bernama Qasr-i Arifan) dekat Bukhara, yang juga merupakan tempat di mana beliau wafat pada tahun 1389.

Sebahagian besar masa hidupnya dihabiskan di Bukhara, Uzbekistan serta daerah-daerah yang berdekatan, Transoxiana. Ini dilakukan untuk menjaga prinsip "melakukan perjalanan di dalam negeri", yang merupakan salah satu bentuk "laku" seperti yang ditulis oleh Omar Ali-Shah dalam bukunya "Ajaran atau Rahsia dari Tariqat Naqsyabandi". Perjalanan jauh yang dilakukannya hanya pada waktu ia menjalankan ibadah haji dua kali.

Dari awal, beliau memiliki kaitan erat dengan Khwajagan, iaitu para guru dalam mata rantai Tariqat Naqsyabandi. Sejak masih bayi, beliau telah dididik dan dipelihara sebagai anak kerohanian oleh salah seorang dari mereka, iaitu Baba Muhammad Sammasi. Sammasi merupakan pemandu pertamanya dalam jalur ini, dan yang lebih penting lagi adalah hubungannya dengan penerus (khalifah) Sammasi, iaitu Amir Kulal, yang merupakan rantai terakhir dalam salasilah sebelum Baha-ud-Din. Baha-ud-Din mendapat pendidikan awal dalam jalur ini dari Amir Kulal, yang juga merupakan sahabat dekatnya selama bertahun-tahun.

Pada suatu saat, Baha-ud-Din mendapat instruksi secara "rohani" oleh Abdul Khaliq Gajadwani (yang telah meninggal secara jasmani dan senyap-senyap) ketika melakukan zikir secara hening (tanpa suara). Meskipun Amir Kulal adalah keturunan kerohanian dari Abdul Khaliq, Amir Kulal telah mempraktikkan zikir yang dilakukan dengan bersuara. Setelah mendapat petunjuk mengenai zikir diam tersebut, Baha-ud-Din lantas tidak menghadirkan diri dalam kelompok ketika mereka mengadakan zikir secara bersuara.

Pisahnya Baha-ud-Din dari lingkaran kelompok Amir Kulal ini mungkin boleh dianggap sebagai penanda wujudnya Tariqat Naqsyabandi, yang ajarannya diambil dari Abdul Khaliq, hujung keturunannya berasal dari Khalifah Abu Bakar yang diperoleh dari Nabi Muhammad SAW. Syeikh Baha-ud-Din Naqshband wafat dan dimakamkan di desa asalnya pada tahun 1389. Makamnya merupakan salah satu tempat yang banyak dikunjungi oleh penziarah dan pelancong di Bukhara